Meramalkan Prestasi Suara Burung
Perkutut Lewat Katuranggan
Sumber : Trubus
Edisi : Februari 1988
Pengetahuan mengenai katuranggan
sangat penting bagi penggemar perkutut, karena dapat dijadikan pegangan
penting untuk memilih dan meramalkan prestasi suara burung perkutut.
Katuranggan berasal dari kata
turangga yang berarti kuda, kata Purbasasmita ketika berlangsung Seminar
Perkutut di Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta. Tapi dapat juga berasal
dari kata katur dan angga. Katur berarti menyampaikan, dan angga berarti
badan. Jadi katuranggan adalah pengetahuan yang menyampaikan pengertian
tentang bentuk - bentuk badan. Dalam bahasa Belanda, istilah katuranggan
dikenal dengan sebutan exterieur ( bentuk lahiriah, bagian badan yang nampak
diluar ).
Bagi para penggemar perkutut tempo
dulu, katuranggan memegang peran utama ( selain bunyi suara ) dalam memilih
perkutut bakalan untuk dijadikan burung kesayangannya. Sebab dengan berpegang
lewat pengetahuan katuranggan, orang dapat meramalkan prestasi suara burung
perkutut nantinya. Dengan demikian orang dapat menimbang, mana perkutut
yang pantas dipelihara lebih lanjut dan bisa diharapkan keluar suara emasnya.
Dan mana yang tidak.
Menurut Purbasasmita yang dikenal
sebagai Empu Perkutut dan perajin perak Kota Gede ini, terdapat beberapa
bagian yang bisa diamati untuk menentukan mutu perkutut. Diantaranya yang
penting :
A. Bentuk kepala dari samping
1. Burung perkutut yang bentuk kepalanya
njambe nom ( seperti buah jambe atau pinang yang masih muda ), diperkirakan
mutu suaranya bisa ngepol ( maksimal ) dan keindahan suara tersebut akan
terus bertahan sampai burung berusia tua.
2. Burung perkutut yang bentuk kepalanya
mbeton nongko ( seperti biji nangka ), diperkirakan bunyi suaranya akan
bisa bertahan sampai tua, akan tetapi keindahannya tidak dapat mencapai
maksimal.
3. Burung perkutut yang bentuk kepalanya
nggobog ( seperti uang logam ), diperkirakan mutu suaranya akan terus meningkat
sampai pada usia tengahan atau 3 rambahan ( sekitar 24 tahun, karena per
rambahan = 8 tahun ), kemudian akan menurun sesuai dengan umurnya.
4. Burung perkutut yang bentuk kepalanya
mbungkul bawang ( seperti bungkul atau siung ( umbi ) bawang putih ), diperkirakan
mutu suaranya tidak menentukan. Kadang dapat baik dan mengejutkan, tapi
dapat juga mlempem, tak ada kemajuan.
5. Burung perkutut yang bentuk kepalanya
nakir kuwalik ( takir terbalik , takir adalah tempat makanan / sesaji terbuat
dari daun pisang berbentuk segi empat ), sulit diharapkan suara baiknya.
B. Bentuk paruh badan dan ekor
1. Burung perkutut kalau dilihat
dari samping bentuk paruhnya ngepel ( seperti buah kapel / burahol ) dan
bentuk badannya tuntut gedang ( seperti kuncup bunga pisang ) serta bentuk
ekornya meruncing dengan garis - garis bulu yang jelas, burung ini bisa
diharapkan tengahnya ( ketek ) bisa terdengar jelas dan baik.
2. Burung perkutut kalau dilihat
dari samping bentuk paruhnya nggabah ( seperti gabah atau butiran padi
) dan bentuk badannya nongko sanglundung ( seperti buah nangka ) serta
bentuk ekornya panjang dengan garis - garis bulu yang jelas tapi tumpul,
diperkirakan suara tengahnya agak baik.
3. Burung perkutut kalau dilihat
dari samping bentuk paruhnya mapah gedang ( seperti pelepah pisang ) dan
bentuk tubuhnya mbluluk ( seperti pentil atau buah kelapa yang masih
sangat muda ) serta bentuk ekornya pendek meruncing, diperkirakan suara
tengahnya cukup baik.
4. Burung perkutut kalau dilihat
dari samping bentuk paruh yang nglombok gede ( seperti cabe besar ) dan
bentuk tubuhnya njagung nglobot ( buah jagung yang belum dikupas kulitnya
) serta bentuk ekornya panjang tapi kurang meruncing ( sehingga bulu bertumpuk
dan garis - garis warnanya kurang jelas ), diperkirakan suara tengahnya
kurang baik.
5. Burung perkutut kalau dilihat
dari samping bentuk paruhnya seperti nglombok rawit seperti cabe rawit
) dan bentuk tubuhnya seperti wungkal gerang ( seperti batu asahan pisau
yang sudah aus bagian tengahnya ) serta bentuk ekornya mekar seperti kapas,
diperkirakan bunyi suara tengahnya kurang sekali, akan tetapi dapat tebal
bunyinya.
Petunjuk katuranggan untuk perkutut
tersebut berdasarkan pengamatan dan pengalaman orang jaman dahulu, tutur
Empu yang menguasai pengetahuan tentang perkutut secara otodidak ini. Dan
kita yang hidup dijaman modern sekarang ini harus membuktikannya dan tidak
mencemoohkannya.